Katolik Flores


Seminari Menengah Mataloko, Ngada, Flores.

Oleh FRANS OBON

Assistent Resident van Flores C A Bosselar memuji misi Katolik di Flores. Bosselar seorang Katolik. Tapi pada pembukaan rumah baru Seminari Mataloko di Kabupaten Ngada, 15 September 1929, dia lebih enak bicara sebagai Assistant Resident van Flores ketimbang sebagai seorang Katolik. Pidato Bosselar dikutip Pater Frans Cornelissen SVD dalam buku 50 Tahun Pendidikan Imam di Flores, Timor dan Bali, (Ende: Percetakan Arnoldus Nusa Indah, 1978).

Pidato itu, saya ringkas menjadi tiga poin penting. Pertama iman yang dibawa misi Katolik di Flores telah memberikan perubahan bagi peradaban penduduk lokal. Sejarah dan kiprah Misi Katolik di Flores menegaskan lagi bukti sepanjang banyak abad bahwa iman memberikan kemajuan bagi sebuah bangsa atau sebuah masyarakat. Karena itu dia bilang: “Barangsiapa ditempatkan di daerah ini sebagai pegawai pemerintah entah keyakinan dan aliran mana saja yang ia anuti, kiranya memperlihatkan tanda-tanda pikiran yang sangat picik, kiranya melihat tapi sebenarnya ia buta, apabila ia tidak mau atau tidak dapat menghargai karya besar yang dikerjakan di sini oleh Misi. …. Karena selain iman telah dibawa oleh misi ke sini, iman mana telah membuktikan sepanjang banyak abad betapa besar sumbangan yang diberikannya kepada para penganutnya pada jalan hidup mereka”.

Kedua, misi Flores jauh lebih maju. Bosselar membandingkan pengalamannya dengan daerah lain di mana dia ditempatkan oleh pemerintah Hindia Belanda. Dari sekian banyak daerah, dia melihat kemajuan misi Flores jauh lebih besar. Misi telah mengangkat masyarakat lokal dan pribumi Flores di mana mereka bisa melebihi sesama Eropa dan akan bekerja sebagai imam bagi rakyat mereka sendiri.


Di depan gerbang Seminari Menengah Mataloko, Ngada, Flores.

“Sebagai petugas pemerintah saya telah bekerja di banyak wilayah terpencil dan sering di tempat-tempat Misi atau Zending berkarya sehingga saya dapat membuat suatu perbandingan. Selanjutnya patutlah saya menandaskan bahwa tak ada suatu wilayah di mana Misi telah mencapai hasil demikian jauh seperti di Flores sehingga di sini dapat dimulai pendidikan pemuda-pemuda pribumi untuk suatu posisi, dengan mana mereka akan meningkat jauh melebihi sesama Eropa, dapat bekerja sebagai imam di antara rakyat mereka sendiri”.

Ketiga, estafet tanggung jawab.

“Apa yang ingin saya sampaikan kepadamu yalah: berusahalah dengan tekun, belajarlah sungguh-sungguh dan persiapkanlah dirimu untuk panggilanmu, yang nanti akan meletakkan atas bahumu suatu kewajiban yang berat namun mulia. Semoga kamu kelak dapat memberikan apa yang kini sudah diharapkan daripadamu”.

Bosselar melihat kemajuan dan misi peradaban Misi Katolik di Flores membawa serta sebuah tanggung jawab terhadap masa depan Flores. Sebuah peralihan dari Misi Katolik yang diemban misionaris Eropa ke pundak orang Flores sendiri. Sebuah kewajiban yang berat namun mulia, kata Bosselar. Peralihan tanggung jawab ini bukanlah sebuah kebetulan atau sebuah kecelakaan sejarah, tetapi sejak awal Misi Katolik di Flores, mulai dari abad 15, sudah memperlihatkan kepada kita karakternya yang asasi bahwa peralihan tanggung jawab ini dilakukan by design. Peralihan tanggung jawab ini sungguh-sungguh direncanakan dengan matang.

Misi Katolik Flores yang membangun lembaga pendidikan, lembaga kesehatan, dan ekonomi umat yang berlangsung hingga saat ini harus dapat dimengerti bahwa sejak awal kehadiran Gereja Katolik di Flores bukan saja agar orang-orang Flores rajin berdoa, meriah ibadatnya, tapi juga maju peradabannya, sehat budayanya, dan berkualitas sumber daya manusianya.

Sebagian dari sejarah Flores, Nusa Bunga, adalah memang cerita tentang peran Gereja Katolik. Kehadiran Gereja Katolik di Flores memperlihatkan bahwa agama memberikan inspirasi untuk pembangunan sebuah masyarakat. Ide-ide agama, dengan demikian, berguna bagi kemajuan pembangunan sebuah masyarakat. Studi-studi yang dilakukan sosiolog agama, salah satunya Robert N Bellah memperlihatkan bahwa memang ide-ide agama kompatibel dengan pembangunan. Meskipun kita harus akui pandangan teologis tertentu bisa saja menghambat ide-ide pembangunan sebuah masyarakat, namun secara umum agama-agama memberi inspirasi bagi kemajuan masyarakat. Buku Religion and Progress in Modern Asia dengan editor Robert N Bellah mengafirmasi bahwa ide-ide agama kompatibel dengan pembangunan.

Sejarah agama Katolik di Flores juga demikian, terutama setelah misi Flores diserahkan dari Serikat Jesus (Yesuit) kepada Serikat Sabda Allah (Societas Verbi Divini/SVD) pada tahun 1914. Kerja keras Misi Katolik itu ditunjang oleh keyakinan yang mendalam bahwa keselamatan tidak hanya menyangkut keselamatan jiwa-jiwa (cura animarum) tapi keselamatan utuh jiwa badan. Inilah inspirasi teologis dari karya-karya para misionaris Eropa di Flores, yang juga bergema di dalam ruang-ruang Konsili Vatikan II.

Agama sebagai pemberi inspirasi dan sekaligus bingkai moral pembangunan tidaklah terbantahkan dari pengalaman Gereja Katolik Flores. Tetapi apakah agama Katolik tetap memberi inspirasi dan bingkai moral dalam pembangunan Flores ke depan tetaplah sebuah pertanyaan terbuka. Pertanyaan itu bisa dijawab hanya kalau orang-orang Flores belajar dari pengalaman sejarah dan dari kekayaan budayanya sendiri. Sejarah memang bisa membuat kita menepuk dada tapi sejarah hanyalah sebuah monumen cerita masa lalu kalau kita tidak pernah menarik maknanya untuk mendesain masa depan Flores. Sebab narasi besar tentang keberhasilan Misi Katolik di Flores diceritakan dalam konteks kondisi dan situasi yang telah berubah. Flores menjadi sebuah latar dari panggung modern yang menjanjikan banyak hal termasuk yang semu dan palsu yang dibawa masuk oleh teknologi komunikasi.

Bosselar bicara di depan para calon imam di seminari Menengah Mataloko. Sudah pasti yang menjadi imam tentu saja sedikit. Namun seperti dikatakan Bosselar, panti pendidikan imam itu akan menghasilkan pemimpin-pemimpin masa depan Flores yang akan mengambil alih tongkat estafet, dan serentak membangun kesetaraan dengan imam-imam Eropa yang membawa Injil ke Flores. Tanggal 28 Januari 1941, dua imam pribumi pertama yakni Pater Gabriel Manek SVD dan Pater Kale Bale SVD ditahbiskan menjadi imam. Inilah tendangan kick off untuk masa depan Gereja Flores. Pater Gabriel Manek kemudian menjadi Uskup Agung Ende, peralihan pertama dari uskup Eropa ke uskup pribumi. Ini adalah momen yang menakjubkan, sekaligus tanda kegembiraan dan harapan merekah untuk masa depan Gereja Katolik Flores.

Tapi saya juga ingin mengatakan bahwa bukan hanya lembaga pendidikan imam yang memberi harapan bagi masa depan Gereja Katolik Flores. Tapi lembaga pendidikan di luar seminari yang dibangun misi Katolik di seluruh Flores telah menghasilkan dan mencetak pemimpin-pemimpin baru di Flores. Karena itu kesetaraaan hubungan bukan saja dilihat dalam konteks antara imam-imam pribumi dan misionaris Eropa seperti dikatakan Bosselar, tapi harus dilihat dalam konteks antara kepemimpinan hirarki dan kepemimpinan awam. Sejarah Katolik Flores sukses juga karena kerja sama yang erat antara para pastor dan para pemimpin dan penduduk lokal. Karena pemimpin dan penduduk lokal tahu bahwa Misi Katolik membawa perubahan dan kesejahteraan untuk kehidupan masyarakat lokal.


Gereja Paroki Mataloko, yang terletak di samping Seminari Mataloko.

Karena itu ketika Gereja Katolik Flores berada di pundak orang Flores, roh dari kebersamaan dan kesetaraan ini haruslah tetap menjadi titik api bagi kemajuan Gereja Katolik Flores. Hubungan keseteraan ini tidak bisa dielakkan karena merupakan buah dari karya misi itu sendiri. Di dalam konteks modern di mana gerakan masyarakat sipil menjadi kuat dan dalam konteks masyarakat madani, semangat untuk menjadi lebih dominan dan superior sangat tidak relevan dan tidak menguntungkan. Gerakan masyarakat sipil tidak menyediakan tempat bagi dominasi dalam hubungan. Gerakan postmodernisme juga menolak narasi besar yang mengabaikan narasi-narasi kecil. Sebaliknya postmodernisme ingin menarik dan membagi kekuasaan itu ke narasi-narasi kecil.

Hal ini berlaku juga bagi kehidupan Gereja Katolik Flores. Pastoral jejaring yang menjadi napas dari Musyawarah Pastoral VI tanggal 6-11 Juli 2010 lalu di Ende akan menjadi ruang bagi kebersamaan dan kesetaraan ini yang sudah menjadi titik api di dalam sejarah Gereja Katolik Flores. Dengan demikian Gereja Katolik Flores akan menjadi lokomotif gerakan demokratisasi di Flores.

Asal Omong, edisi 8 Januari 2011

7 pemikiran pada “Katolik Flores

  1. Benar sekali bahwa karya Misi telah mengubah wajah Flores. Semangat belajar dan semangat membangun yang telah mereka tanamkan semoga terus dipupuk dan dipelihara demi Flores & Indonesia yang lebih baik ke depan.

    Tulisan yang sangat inspiratif dan menambah wawasan.

  2. agus bagus

    Wah bagus sekali, saya juga merindukan anak saya ada yang mau belajar di sana, meski saya sendiri berasal dari Jogja dan sekarang tinggal di Pamulang, Tangerang, Banten.

    Kiranya Tuhan berkenan membimbing ruh anak saya, supaya terpanggil ke arah itu.

    1. MAGDALENA RIE

      Mudah-mudahan untuk tahun-tahun ke depan Flores semakin maju dan percayalah bukan hanya kita sendiri tapi ada kuasa Tuhan yang selalu menyertai umatNya!

  3. Ping-balik: Haruskah Kita Memberikan Sumbangan Kepada Sekolah Katolik di Flores? « IndoPROGRESS

Tinggalkan komentar