Masyarakat adat di Kampung Nara, Kecamatan Cibal, Manggarai.
Oleh FRANS OBON
PARA tu’a adat dari Pasat, Nggalak dan Ruis di wilayah utara Kabupaten Manggarai menghadiri lokakarya di Sengari, Kecamatan Reo yang diprakarsai Komisi Keadilan dan Perdamaian dan Keutuhan Ciptaan (JPIC) Provinsi SVD Ruteng. Lokakarya berlangsung dua termin yakni tanggal 22-24 Januari 2014 untuk masyarakat adat dari Ruis, sedangkan 24-26 Januai 2014 untuk masyarakat adat dari Pasat-Nggalak. Lokakarya menghadirkan sejumlah pembicara yang mengenal tentang kebudayaan dan adat istiadat Manggarai. Panitia juga memperlihatkan film kerusakan lingkungan yang diakibatkan oleh eksplorasi pertambangan (Flores Pos, 29 Januari 2014).
Para peserta kembali disegarkan ingatannya mengenai konsep kehidupan masyarakat Manggarai. Kampung sebagai pusat kehidupan memiliki kaitan erat dengan tanah (lingko), air, hutan, dan seluruh tata ruang hidup. Konsep-konsep semacam ini diharapkan dapat membantu masyarakat terutama para pemangku adat (tua golo, tua teno, dan fungsionaris adat lainnya) memahami konteks dari perjuangan menolak pertambangan di Manggarai, bahwa pertambangan pada hakikatnya adalah persoalan masyarakat adat sendiri. Seluruh dampak buruk pertambangan akan dirasakan oleh masyarakat adat itu sendiri. Oleh karena itut tepatlah kalau ada peserta lokakarya yang mengatakan bahwa mereka bukan sedang membahas masalah orang lain, tetapi membahas diri mereka sendiri, membahas masalah mereka, dan masa depan generasi mereka. Para tu’a adat ini pada akhir lokakarya sepakat untuk menolak pertambangan di daerah mereka.
Lanjutkan membaca “Tu’a Adat Tolak Tambang”